Eun Seol mempersilahkan Ji Heon masuk ke dalam rumah. Ia berjanji setelah temannya pulang, dia dan temannya akan menginap di sauna dan Ji Heon dapat menginap di rumahnya.
Ji Heon berterima kasih akan semua hal yang dilakukan Eun Seol hari ini. Tapi belum sempat ia menyelesaikan ucapan terima kasihnya, matanya tertumbuk pada sepasang sepatu yang sepertinya ia kenal. Eun Seol, yang menyadari arah pandangan Ji Heon, terkejut dan langsung melompat meraih sepatunya. Apakah Ji Heon melihatnya? Ji Heon melihatnya tapi ia tak melihat dengan jelas. Tapi bukan berarti ia tak melihatnya. Karena itu ia ingin melihatnya lagi agar ia dapat percaya pada apa yang ia lihat.
Ji Heon menarik kaki Eun Seol dan memeriksanya. Eun Seol yang teringat saat ia menunjukkan kakinya di kamar Ji Heon, langsung mrenggangkan jari kakinya lagi. Namun terlambat karena ia sekarang sudah bisa menduganya. Ia menyuruh Eun Seol berbalik tapi Eun Seol tak mau.
Ji Heon mencoba membalikkan tubuh Eun Seol tapi Eun Seol tak bergerak sedikitpun. Ia malah mengaku kalau ia memang bersalah dan memohon agar Ji Heon pura-pura tak melihatnya.
Tapi Ji Heon tak mau, malah sekuat tenaga membalikkan badan Eun Seol dengan kakinya, dan seperti menangkap penjahat, ia mengatakan kalau akhirnya sepatu itu kembali pada pemiiknya.
LOL.
Akhirnya Eun Seol mengakui kalau ia memang si kepala cepol. Ji Heon marah dan menuduhnya telah merencanakan hal ini dari awal. Mengacaukan dirinya malam itu dan menjadi sekretarisnya kemudian. Mungkin sedikit tak dapat dipercaya, tapi Eun Seol mengaku kalau ia juga tak menyadari siapa Ji Heon sebenarnya sampai ia melihat sepatu itu di kamar Ji Heon. Saat itu ia hampir terkena serangan jantung dan mati saat itu juga.
Ji Heon tak percaya ucapan Eun Seol. Bagaimana mungkin ia percaya pada si kepala cepol yang gila? Dengan dramatis Ji Heon mengulang pertanyaan terakhir itu berkali-kali dan mendorong Eun Seol hingga terjatuh.
Dan drama pun terjadi. Action drama, maksudnya. Karena Myung Ran, sahabat Eun Seol, datang dan mengira Ji Heon adalah perampok yang mencoba menganiaya Eun Seol.
Hehehe.. kayak ada yang bisa menganiaya Eun Seol aja ..
Ia menarik Ji Heon dan melemparnya ke kasur. Eun Seol mencoba menghalangi kekerasan Myung Ran dengan mengatakan kalau Ji Heon adalah bosnya.
Uppss.. salah pemilihan kata. Karena Myung Ran langsung melihat Ji Heon dengan pandangan yang baru. Jadi ini bos Eun Seol yang mereka ingin bunuh? Jahanam itu? Eun Seol membenarkan kalau Ji heon adalah jahanam itu.
Jahanam? Belum sempat Ji Heon marah karena Eun Seol mengatainya, Myung Ran sudah mengangkatnya dan membantingnya ke lantai.
Well done, Myung Ran!
Ji Heon keluar rumah dengan terpincang-pincang. Eun Seol mengajaknya ke rumah sakit karena Ji Heon kelihatan tak sehat. Ji Heon menolak karena,
“Luka yang aku rasakan adalah luka yang tak akan tersembuhkan walaupun aku pergi ke rumah sakit. Karena tubuhku, .. dibandingkan tubuhku, hatiku jauh lebih terluka.” |
LOL, Ji Heon dramaqueen banget!
Eun Seol mengulangi lagi permintaan maafnya. Ia berjanji akan bekerja lebih keras lagi sebagai sebagian kecil permintaan maafnya. Tapi Ji Heon malah menganggap apa yang dikerjakan oleh Eun Seol selama ini, sebagai sekretarisnya, hanyalah karena rasa bersalahnya bukan karena kesungguhan hatinya. Ia menyuruh Eun Seol untuk pergi darinya sekarang juga.
Eun Seol kembali ke dalam rumah dan melampiaskan kekesalannya pada Myung Ran. Ternyata Myung Ran tadi sedang melampiaskan kekesalannya karena ia baru saja dipecat karena kelebihan berat badan. Eun Seol tetap kesal karena tak seharusnya Myung Ran melampiaskan kekesalan dengan membanting Ji Heon yang tak bersalah.
Myung Ran menenangkan Eun Seol kalau Ji Heon pasti akan baik-baik saja. Tapi Eun Seol tetap khawatir karena di jalan depan rumahnya sangatlah gelap. Memang Ji Heon anak kecil? Memang Ji Heon masih seperti anak kecil. Kalau begitu apa Eun Seol ibunya?
Hampir. Karena tepat seperti yang Eun Seol perkirakan, Ji Heon menjerit ketakutan saat lampu jalan tiba-tiba mati dan ia tak dapat mengatasi ketakutan akan gelapnya. Dan kucing pun serasa menjadi singa. Ji Heon memanggil-manggil Eun Seol ketakutan.
Di rumah, ayah minum-minum sambil menatap tangan yang tadi ia pakai untuk menampar Ji Heon. Seperti ingin menghukum dirinya sendiri, ia kemudian mengangkat botol minumannya perlahan untuk dihantamkannya kepada tangan satunya.
Hanya saja nenek lebih cepat. Ia meraih botol minuman itu..
.. dan menghantamkannya ke tangan ayah.
LOL.
Nenek marah karena kelakuan ayah Ji Heon tak berubah sama sekali. Kapan ayah Ji Heon akan berubah? Nenek selalu mengkhawatirkan ayah Ji Heon karena ia selalu muncul di televisi. Nenek menjadi tua seperti ini bukan karena usia, tapi lebih karena ayah Ji Heon. Dan tahu apa jawaban ayah Ji Heon?
“Apa Ibu perlu terapi botox?” |
Hampir saja Nenek menggampar ayah Ji Heon jika ayah tak berkata serius. Ayah mengeluh kalau perusahaan mereka termasuk 10 perusahaan terkemuka di Korea, dan ia adalah pengusaha paling tampan (pffht.. ayah sama dengan anak, ya?) di antara para presiden direktur. Jika ia memiliki kemauan, ia tak takut dan berani untuk menggapainya. Tapi mengapa Ji Heon berbeda? Mengapa ia selalu ketakutan?
Nenek tak dapat menjawab pertanyaan ayah. Ia hanya dapat menghela nafas panjang.
Di rumah Eun Seol, Ji Heon tak dapat tidur karena ia tak familiar dengan bau selimut Eun Seol. Tapi Myung Ran pun tak dapat tidur karena Ji Heon menolak mematikan lampu (karena Ji Heon takut gelap). Hampir saja mereka bertengkar kalau Eun Seol tak menengahi mereka. Dan Ji Heon masih tak dapat tidur.
Bukan karena bau-bauan, bukan karena gelap, bukan pula suara bising kipas angin yang tadi juga mengganggunya. Tapi karena ada Myung Ran yang sudah tidur dan jatuh menimpanya.
Hehehe… kalau orang Jawa bilang Ji Heon sekarang ketindihan, hingga ia mengigau dalam mimpinya.
Esok harinya, Ji Heon harus bersembunyi di belakang Eun Seol karena tak ingin bertemu dengan ayahnya. Namun ada lagi yang tak ingin ia temui. Moo Won.
Bukan apa-apa, tapi karena Eun Seol langsung bersikap ramah melihat kehadiran Moo Won yang jeli mengetahui kalau Ji Heon tak pulang ke rumah. Ji Heon langsung memberi ‘pengakuan’ kalau ia tidur di rumah Eun Seol. Namun pengakuan itu tak berakibat apa-apa karena Moo Won memahami Eun Seol yang mengaku kalau tak hanya ia dan Ji Heon saja di rumah itu, tapi ada satu orang lagi di tengah mereka.
Ji Heon semakin sebal karena Eun Seol dan Moo Won membicarakan dirinya di belakangnya, seolah-olah ia tak mendengarnya. Dengan gaya dramatis ia berbalik.. dan menunjuk kepada mereka berdua, membuat dua orang itu terpana melihat gaya antik Ji Heon.
Saat hendak masuk lift, Moo Won mempersilahkan Eun Seol masuk (ladies first) tapi Eun Seol menolak karena bos harus masuk lebih dahulu.
Dan ternyata yang masuk duluan adalah Ji Heon yang langsung menyerobot masuk dan menjulurkan lidahnya sebelum pintu lift menutup. Moo Won dan Eun Seol hanya bisa tertawa tak percaya melihat kelakuan Ji Heon yang dramaqueen abis.
Eun Seol melapor pada ayah kalau tak terjadi apa-apa kemarin malam di rumahnya. Ayah tak mengkhawatirkan hal tersebut, karena ayah tahu bagi Ji Heon wanita terasa seperti batu. Ayah malah lebih peduli tentang perubahan Ji Heon. Lebih tepatnya adalah, apakah Ji Heon sudah berubah?
Eun Seol teringat pada kejadian pagi itu dimana ia susah sekali membangunkan Ji Heon yang tetap tak terbangun walaupun selimutnya ditarik keras oleh Myung Ran. Tentunya white lie tak akan menyakiti siapapun bukan? Ia pun mengiyakan.
Dan ayah puas mendengarnya, merasa kalau sedikit kekerasan yang ia lakukan berdampak juga pada perubahan Ji Heon.
Sepertinya Moo Won merasa Ji Heon sedikit berubah. Sedikiiitt.. karena saat di dalam ruangan Ji Heon, ia menatap Ji Heon seperti melihat ada sesuatu yang baru dalam diri Ji Heon tapi ia tak dapat memikirkan perubahan apa itu. Ia membawakan koran dan mengingatkan Ji Heon kalau Na Yoon telah tiba di Korea.
Sepeninggal Moo Won, Ji Heon menatap koran yang ada foto Na Yoon di depannya dan tersenyum sendiri menyadari kalau ia benar-benar lupa.
Sementara Na Yoon menatap beberapa karangan bunga yang tak satupun berasal dari Ji Heon dan bergumam kalau Ji Heon sangat menyebalkan.
Ia teringat pada pertemuan terakhir mereka di bandara. Saat itu ia menunggu-nunggu kedatangan Ji Heon. Dan benar saja Ji Heon datang. Tapi belum sempat mereka bertemu (hanya saling melihat dari kejauhan), Ji Heon menerima telepon yang masuk dan mereka pun tak dapat bertemu. Sepertinya berita yang disampaikan tak baik, karena dunia terasa berputar saat Ji Heon mendengarnya, setelah itu ia jatuh pingsan.
Ingatan itu rupanya juga masih terekam jelas oleh Ji Heon, karena jantungnya mendadak berdebar kencang sampai ia terduduk di kursinya. Eun Seol yang membawakan kopi paginya, berlari menghampiri Ji Heon menanyakan apakah Ji Heon baik-baik saja.
Sebelum Eun Seol datang, hanya dada Ji Heon yang sakit. Tapi setelah Eun Seol, ia lebih sakit lagi karena Eun Seol yang terburu-buru menghampiri Ji Heon dan tak sengaja menumpahkan minuman panas itu ke celana Ji Heon.
Uppss.. Ji Heon berteriak-teriak kesakitan, merasakan sakit di dadanya dan sakit kepanasan. Ia pun buru-buru lari ke luar ruangan.
Eun Seol hanya dapat menunggui Ji Heon di depan toilet pria. Akhirnya Ji Heon keluar dari toilet membawa hair dryer dan akhirnya meluapkan kekesalannya pada Eun Seol yang selalu memberi masalah padanya. Dari kejadian kemarin malam, kejadian di karaoke bar dan sekarang ini. Dengan lemah, Eun Seol hanya dapat membela diri kalau semuanya itu tak disengaja. Tapi Ji Heon tak mau mendengarnya lagi.
Ji Heon mengancam akan mengadukan kasus Eun Seol yang menyebabkan harga saham jatuh kepada ayahnya dan beranjak pergi. Eun Seol mengejar Ji Heon dan memohon Ji Heon agar tak melakukannya. Karena ia mempunyai kartu truf, yaitu kelemahan Ji Heon. Apa itu? Celana bermotif dan kebiasaan tidurnya. Tapi Ji Heon tak bergeming. Ia tetap akan mengadukannya pada ayah.
Sayangnya ada pendengar lain yang mendengarnya. Dua sekretaris kantor yang langsung menyebarkannya lewat gosip intranet. Gosip tentang Ji Heon – Eun Seol yang serumah kemarin malam dan kejadian di karaoke bar. Gosip itu begitu cepatnya tersebar, membuat Eun Seol merasa aneh saat ia berjalan di koridor kantor semua orang menatapnya dengan pandangan tak suka.
Tapi ia mengacuhkannya, begitu pula saat ia berpapasan dengan seorang wanita tua yang menutupi wajahnya dengan topi.
Di ruangan sekretaris, Eun Seol yang tak dapat berbahasa Jepang mengatakan tertarik pada kemampuan bahasa Jepang salah satu sekretaris yang tadi mendengar pembicaraannya di depan toilet dan ingin mempelajarinya. Namun sekretaris itu malah mengatainya b***h dalam bahasa Jepang.
Sekretaris Moo Won, Sekretaris Yang, mendengarnya dan memarahi sekretaris itu karena kata-kata celaan itu tak pantas dikatakan di ruangan sekretaris. Dan meeting mendadak pun diadakan di luar. Sekretaris Yang mengkonfrontir ucapan kedua sekretaris tentang kejadian di rumah Eun Seol kemarin malam.
Eun Seol membantah berita itu walaupun membenarkan insiden di karakoke bar. Sekretaris Yang marah karena terlepas berita itu benar atau salah Eun Seol telah menyebabkan sekretaris semperti mereka menjadi bahan tertawaan di dalam kantor. Mereka bertiga pergi sambil membicarakan Eun Seol kalau tak seharusnya karyawan kelas tiga seperti Eun Seol bekerja di perusahaan DN.
Pembicaraan yang tak ditutup-tutupi itu jelas melukai perasaan Eun Seol. Dengan gusar ia mendatangan ruangan Ji Heon namun tak menemukannya. Kemana sebenarnya Ji Heon?
Rupanya Ji Heon diculik oleh Nenek agar pulang ke rumah.
Dan Eun Seol harus menghadapi kepala bagian General Affair yang mendapat laporan dari para sekretaris. Ia meminta Eun Seol untuk menulis surat pengunduran diri sekarang juga.
Sepertinya Eun Seol benar-benar mengundurkan diri karena setelah itu ia naik bis untuk pulang ke kampong halamannya. Di dalam bis ia teringat pada kata-kata Ji Heon yang mengaku selalu memegang janji untuk mengadukan pada ayah. Ji Heon malah marah dan mengatainya gila saat Eun Seol menghardiknya karena tak seharusnya Ji Heon melaporkannya dengan cara yang tak etis.
Dan siapa yang mendapat kehormatan untuk merasakan amukannya?
Ayahnya sendiri yang menghabiskan waktunya dengan berlatih silat. Ayah bersedia untuk menjadi tempat meluapkan emosi Eun Seol.
Dan bertarunglah mereka dengan baju ala Bruce Lee. Pertama kali yang ingin Eun Seol pukul adalah dua sekretaris penggosip. Sekretaris Han dan Sekretaris Jo. Dan ayahpun menerima pukulan kekalahan.
Yang kedua adalah perkelahian dengan tongkat. Kali ini yang ingin Eun Seol basmi adalah Cha Ji Heon. Saat melihat Eun Seol tak main-main ingin membunuh Cha Ji Heon melalui dirinya, ayah Eun Seol pun kabur melarikan diri.
Heheh… satu lagi hubungan yang menarik antara ayah dan anak.
Di kamarnya, Ji Heon juga menjadikan gambar Eun Seol yang tak bermuka sebagai sasaran kemarahannya dan terus mengatainya kepala cepol yang gila. Tapi ia teringat pembicaraan terakhirnya dengan Eun Seol di telepon dan merasa aneh. Tapi ia tetap merasa kesal karena seharusnya ia harus memecat Eun Seol.
Namun kemarahan pada Eun Seol berarti ia memikirkan Eun Seol. Ia teringat pada kejadian kemarin malam saat ia tak dapat tidur, Eun Seol yang masih mengantuk menyapanya. Eun Seol mengajarinya untuk tidur dengan posisi bayi tidur dalam kandungan. Posisi itu paling nyaman untuk tidur. Bahkan Budha pun lekaukannya. Ia pun memijat tangan Ji Heon untuk membuatnya relaks dan mudah tertidur.
Hanya saja karena kelelahan, Eun Seol tertidur masih dengan memegang tangan Ji Heon. Ji Heon langsung memegang kepala Eun Seol agar tak jatuh di kasur dengan keras. Namun hal ini menyebabkan kepala Eun Seol menindih tangan Ji Heon dan Ji Heon tak dapat menariknya kembali. Akhirnya Ji Heon membiarkannya dan mereka tertidur dengan posisi bayi tidur.
Kali ini Ji Heon membayangkan mereka berdua tidur di posisi yang sama seperti kemarin malam, dan Ji Heon mengatakan pada Eun Seol imajiner kalau Eun Seol akan dipecat lain waktu tapi tidak sekarang.
Aww… Co cuiiitt….
Walaupun bayangan itu hanya sesaat saja karena bayangan Eun Seol tergantikan dengan ayahnya yang memilih waktu yang tepat untuk menemuinya dan malah menemukannya berbicara sendiri. Ji Heon terperanjat melihat ayahnya dan hampir mati ketakutan karena ayah mengagetkannya. Ya, dan sebaliknya pula, ayah juga hampir mati ketakutan melihat Ji Heon bicara sendiri.
Heheh.. mana yang lebih menakutkan ya?
Untuk pertama kalinya mereka berbicara baik-baik. Ayah ingin mewariskan jabatannya pada Ji Heon, karena percaya Ji Heon mampu. Di masa lalu Ji Heon tak seperti sekarang ini. Walaupun tak hebat-hebat amat, tapi Ji Heon juga lebih mampu dari yang sekarang. Ia meminta Ji Heon untuk melupakan masa lalu dan maju ke depan.
Di hutan, ayah bingung saat Eun Seol membawakannya oleh-oleh celana dalam yang mirip dengan miliki Ji Heon. Bukan bingung karena warna celana dalam yang aneh-aneh, tapi karena bingung dengan cara memakainya. Mana yang depan dan mana yang belakang.
Keesokan harinya Eun Seol datang untuk memberikan hadiah perpisahan pada Ji Heon dan Moo Won. Namun yang ia temui pertama kali adalah dua sekretaris penggosip itu. Dan sekarang saatnya memberi mereka pelajaran.
Di atap gedung, dengan kedua sekretaris di dalam cengkeramannya, ia mengkuliahi mereka kalau lain kali mereka tak boleh memandang rendah orang yang lulus bukan dari universitas terkemuka. Mereka pun terpaksa menyetujui perintah Eun Seol, si legenda Balsandong.
Eun Seol memberikan hadiah perpisahan pada Moo Won yang menolak pengunduran dirinya. Ia menyuruh Eun Seol meminta maaf pada Presiden Direktur dan ia akan mengurus sisanya. Tapi Eun Seol menolaknya. Apapun yang terjadi, baginya Moo Won adalah orang yang sangat baik karena Moo Won adalah orang pertama yang percaya pada kemampuannya.
Moo Won tercenung mendengar perkataan Eun Seol yang kemudian pergi meninggalkannya. Ia bertanya-tanya kenapa ia sekarang merasa bersalah?
Hmmhh.. karena keinginannya telah terpenuhi namun sebenarnya bukan hal itu keinginan yang sebenarnya? Atau karena dalam hati sebenarnya Moo Won adalah orang baik? Atau karena ia sudah menyukai Eun Seol?
Presiden Direktur datang ke kantor dan sekretarisnya memberikan informasi tentang kejadian di karaoke bar. Tapi rupanya ia serius saat mengatakan kalau ia ingin melupakan masa lalu seperti yang ia katakan pada Ji Heon kemarin. Hal yang sama juga ia lakukan saat kepala sekretaris mencoba memberikan bisikan tentang kejadian karaoke bar itu. Ia tak mau mendengarnya. Pokoknya tak mau.
Bahkan saat Eun Seol meneleponnya dan mencoba mengakui kejadian di karaoke bar, Presiden Direktur menyuruh Eun Seol untuk melupakan masa lalu dan maju ke depan. Eun Seol kaget mendengarnya dan langsung mengucapkan terima kasih, karena telah memaafkannya. Presiden direktur langsung menutup telepon, karena ia sedang menjalani tugas pelayanan masyarakatnya yaitu menyeberangkan anak-anak sekolah.
Eun Seol bertemu dengan kepala sekretaris yang sedikit ilfil karena Presiden Direktur tak mengindahkan kata-katanya. Ia ingin menghardik Eun Seol untuk memecatnya lagi, namun hal itu digagalkan oleh Ji Heon yang mendengar kata-kata kepala sekretaris.
Dengan kaku Ji Heon mengatakan kalau Eun Seol adalah sekretarisnya, jadi dialah yang berhak memecat Eun Seol. Di dalam ruangannya, Ji Heon marah-marah kepada Eun Seol yang mau dianiaya seperti itu. Eun Seol malah menyindir karena ulah siapa ia jadi dianiaya seperti ini. Dan ia berani pada Ji Heon sekarang karena ia telah memberikan surat pengunduran diri. Ji Heon kaget mendengarnya.
Namun surat pengunduran diri itu sekarang berada di tangan Moo Won yang memberikan nasehat pada kepala Sekretaris kalau mereka dapat dituntut jika memecat karyawan tanpa alasan. Kepala sekretaris heran pada kelakuan semua pria Cha termasuk Moo Won. Apakah Eun Seol seorang penyihir?
Moo Won menemui Eun Seol yang masih bersama Ji Heon. Ia mengacungkan surat pengunduran diri Eun Seol dan mengatakan kalau ia sudah menyelesaikan semuanya. Ji Heon membelalakkan mata melihat surat itu sudah ada ditangan Moo Won. Ia meminta surat itu. Tapi sayang Moo Won tak bermaksud memberikannya pada Ji Heon. Ia menghindarkan surat itu dari tangan Ji Heon yang berusaha merebutnya dan akhirnya ia merobek surat itu dengan penuh kemenangan diiringi tatapan Ji Heon yang tak percaya.
Eun Seol berterima kasih pada Moo Won dan juga Ji Heon. Tapi Moo Won berkata kalau ialah yang harus berterima kasih karena hadiah yang diberikan padanya sesuai dengan gayanya. Ia menunjukkan cover handphone yang bergambar kartun.
Ternyata bukan hanya Moo Won yang mendapat hadiah, Ji Heon pun juga mendapatkannya. Saat di ruangan sendirian, ia mengamati hadiah yang diberikan oleh Eun Seol padanya.
Dengan antusias ia membuka kado itu dan betapa kesalnya ia saat ia menemukan hadiahnya adalah celana dalam yang bergambar sebuah karakter kartun.
Moo Won mengadakan rapat marketing dengan Na Yoon. Hubungan mereka berdua tak begitu jelas. Sepertinya hubungan mereka dulu adalah hubungan TTM sementara Na Yoon sendiri berpacaran dengan Ji Heon. Na Yoon berusaha menyerang sekretaris Jang dengan mengkritik proposal yang disiapkan oleh Sekretaris Jang yang menurutnya kurang cantik dilihat dan membosankan. Hanya saja Moo Won membelanya dengan mengatakan kalau tak penting bentuk proposal kurang cantik dan membosankan asal isinya menarik.
Na Yoon meminta waktu untuk berbicara berdua dengan Moo Won. Ia ingin tahu mengapa Ji Heon belum menghubunginya sampai sekarang? Ia bertanya apakah Moo Won sudah memberitahu Ji Heon? Moo Won tak menjawab, ia hanya berkata kalau Na Yoon dapat selalu kembali padanya jika ia nanti terluka. Ia akan mencoba untuk menerimanya kembali.
Na Yoon mengikuti Moo Won yang akan kembali ke kantor dan mengatakan ia akan mengorbankan harga dirinya untuk menemui Ji Heon terlebih dahulu.
Sesampainya di kantor, Na Yoon langsung menuju ke ruangan Ji Heon. Tapi Eun Seol langsung menghalanginya dengan mengatakan kalau Ji Heon sedang tak ada di ruangan, dan ia juga tak memiliki janji bertemu dengan seseorang. Ia meminta Na Yoon untuk menunggu di ruang tunggu.
Sepertinya Na Yoon alergi dengan ide itu dan memandang sekretaris Jang untuk meminta bantuannya. Sayang sekretaris Jang tak dapat memutuskan hal itu, karena yang berhak menentukan siapa yang boleh bertemu adalah bos itu sendiri atau sekretarisnya.
Na Yoon akhirnya mau menunggu. Tapi ketika ia melihat keliman rok Eun Seol yang lepas, ia langsung memberitahukannya pada Eun Seol. Mungkin dengan harapan Eun Seol akan malu. Tapi tidak. Karena saat Eun Seol melihatnya, ia langsung mengambil stapler, memperbaikinya dengan segera dan mengucapkan terima kasih pada Na Yoon yang tak percaya pada penglihatannya.
Hehe.. boleh juga ide Eun Seol. Jika keadaan terdesak, apapun bisa digunakan.
Rapat tertutup diadakan oleh Presdir yang mengumumkan kalau Ji Heon akan menjadi pewaris perusahaan. Hal ini tentu tak disetujui oleh sebagian besar anggota rapat. Bahkan Ji Heon sendiri sepertinya juga tak siap. Ibu Moo Won paling bersikap keras bereaksi. Dengan kredibilitas Ji Heon sekarang ini, harga saham pasti akan jatuh. Moo Won memegang tangan ibunya untuk menenangkannya. Tapi Presdir Cha sudah bulat pada keputusannya. Ia sudah menyiapkan langkah- langkah agar Ji Heon dapat menjalani transisi ini dengan mengunjungi cabang-cabang perusahaan mereka.
Moo Won menyelamati Ji Heon atas prestasinya. Tapi Ji Heon menyuruhnya jujur. Maka Moo Won pun berkata kalau ia tak suka atas penunjukkan Ji Heon yang tak memiliki ketertarikan pada perusahaan, tak seperti dirinya. Ji Hen membenarkan perkataan Moo Won, tapi ia tak akan menyerahkannya pada Moo Won karena ia tahu sepupunya adalah tipe orang yang tak mau membayar pajak perusahaan. Ia pun berlagak muntah di depan Moo Won dan berlalu pergi.
Kali ini Moo Won tak dapat menutupi kekesalannya. Ia berjalan mendahului Ji Heon dan menabraknya dari belakang. Ji Heon pun tak mau kalah. Ganti ia yang menabrak dari belakang. Hal itu terus terjadi sampai mereka tiba di depan ruangan masing-masing dengan kemenangan di pihak Moo Won yang terakhir kalinya menabrakkan dirinya pada Ji Heon yang tak sanggup membalas karena sudah ada Na Yoon yang menunggunya.
Satu orang Cha childish? Lucu. Dua orang childish yang bersitegang? Mengesankan.
Ibu Moo Won mengadu pada nenek tentang keputusan Presdir Cha. Ia merasa hal tersebut tak adil karena ia menganggap Moo Won lebih mampu dibandingkan Ji Heon. Nenek beralasan sudah tak dapat memutuskan apapun karena ia sudah tak memiliki pengaruh lagi. Tapi ibu Moo Won menganggap nenek masih memiliki pengaruh untuk menghalangi keputusan Presdir Cha yang lebih mengarah ke keputusan yang semena-mena.
Presdir Cha mendengarnya dan mengingatkannya. Nenek akhirnya meninggalkan mereka untuk mereka bicara lebih lanjut. Maka Presdir Cha menghardik ibu Moo Won dengan bahasa banmal (bahasa Korea yang informal atau mungkin kalau dalam bahasa Jawa adalah bahasa ngoko). Melihat hubungan mereka dimana ibu Moo Won adalah yang dituakan, maka seharusnya Presdir Cha harus berbahasa jonmal (bahasa Korea sopan atau mungkin kalau dalam bahasa Jawa adalah bahasa kromo inggil. Namun sebelum menikah mereka adalah teman, dan Presdir Cha meminta ibu Moo Won tak memperlakukan anak temannya dan keponakannya, a.k.a Ji Heon seperti ini.
Ibu Moo Won juga meminta Presdir Cha agar tak memperlakukan Moo Won yang sepuluh ribu kali lipat lebih baik dari Ji Heon seperti itu. Dan mereka pun bertengkar seperti yang dilakukan anak-anak mereka beberapa saat yang lalu. Kecuali tanpa tabrak-tabrakan punggung.
Di café kantor, Na Yoon mencoba mengungkit pertemuan terakhir mereka. Tapi Ji Heon sepertinya tak peduli karena ia seperti anak kecil, memainkan sedotan minuman yang diputar-putar, membuat Na Yoon kesal. Tapi bagi Ji Heon yang Na Yoon bicarakan adalah hal yang membosankan. Karena Na Yoon membicarakan masa lalu yang telah mereka ketahui dengan jelas.
Na Yoon pun bersedia membicarakan hal yang lainnya. Tapi Ji Heon menolaknya karena ia tak memiliki hal penting yang dapat dibicarakan.Dengan menahan kesabaran yang hampir habis Na Yoon hanya berkata kalau Ji Heon ingin mengatakan suatu hal yang lain, dapat ia katakan saat pertemuan mereka berikutnya. Ia pun berlalu pergi meninggalkan Ji Heon.
Namun di dalam toilet ia meluapkan emosinya dengan menangis sampai maskaranya jatuh belepotan. Setelah beberapa saat, ia membersihkan air matanya dan memperbaiki riasannya. Ia pun keluar dari toilet dan berjalan seperti tak terjadi apapun.
Hal yang sama juga terjadi pada ibu Moo Won yang meluapkan kekesalannya dengan menangis di depan anak dan sekretaris anaknya di dalam lift. Ia meminta Moo Won untuk membalaskan dendam atas ketidakadilan ini. Namun ia heran kenapa Moo Won tak menanggapi kekesalannya? Moo Won menjawab kalau menangis adalah hal paling tepat untuk meluapkan kekesalan.
Di lobi kantor, kebetulan mereka bertemu dengan Na Yoon yang mengajak ibu pulang bersamanya. Ibu pun menemui ibu Na Yoon dan mengeluhkan tentang ketidakadilan yang baru saja ia alami. Ibu Na Yoon berjanji akan berbicara dengan Presdir Cha, tapi ia juga meminta agar pernikahan antara kedua anak mereka dapat segera terlaksana.
Ha? Pernikahan? Tapi bukan itu yang membuat ibu Moo Won kaget. Ibu kaget karena Ibu Na Yoon memperhatikan kalau terapi botox yang Ibu Moo Won lakukan bukan memperbaiki kerutan, malah seperti kelebihan lemak di wajah.
Bwahaha..
Pertemuan dengan Na Yoon sepertinya jauh lebih membekas dari yang Na Yoon perkirakan, karena Ji Heon duduk lama di café dan mengingat masa-masa indah mereka dulu. Eun Seol menemukan Ji Heon termenung dan menanyakan apakah ia baik-baik saja. Ji Heon langsung meninggalkan meja.
Namun Eun Seol melihat ada kue yang tak termakan di atas meja dan dan mengatakan kalau sayang kalau mereka membuang-buang makanan. Tanpa sadar Eun Seol menjilat bibirnya, dan hal ini tak luput dari perhatian Ji Heon. Ia menyindir Eun Seol yang telah mencuci otaknya dan kemudian malah menjadi gurita. Hampir saja Eun Seol marah mendengarnya jika ia tak mengetahui kalau ucapan itu hanya main-main, dan ia membawa serta kue itu.
Dengan senang hati Eun Seol memakan kue itu di ruangan Ji Heon walaupun sebenarnya ia dapat memakannya di pantry. Hehe.. sepertinya Ji Heon mengijinkan Eun Seol makan di ruangannya. Ji Heon hanya mengingatkan agar tak menjatuhkan remah-remah kue di ruangannya. Ia bertanya pada Eun Seol, apa yang ia pikirkan jika ia nanti menjadi Presiden Direktur? Apakah hal itu sesuatu hal yang lucu? Yang dapat ditertawakan?
Eun Sel hanya tertawa mendengarnya, karena menurutnya jika nanti Ji Heon menjadi Presiden Direktur, hal itu bukan sebuah guyonan. Ia berharap kalau Ji Heon dapat menjadi Presdir yang tak harus pergi ke kejaksaan karena sebuah kasus. Dan Ji Heon bertanya pemimpin seperti apa yang layak menjadi Presiden Direktur? Eun Seol menjawab kalau Presiden Direktur yang baik adalah seseorang yang dapat memperlakukan karyawannya dengan baik. Dan memberikan banyak beasiswa bagi mahasiswa miskin seperti dirinya. Dan masih banyak lagi, tapi ia akan memberitahukannya lain kali.
Eun Seol berkata apakah Ji Heon akan menjadi Presiden Direktur? Hal itu segera disanggah oleh Ji Heon yang memintanya diam dan makan kuenya saja.
Sepertinya Presdir Cha sudah mulai menikmati pelayanan masyarakatnya. Ia bahkan lupa waktu pelayanannya sudah habis jika tak diingatkan oleh sekretarisnya. Ia merasa bangga pada dirinya sendiri karena telah melakukan pelayanan ini dengan baik. Sekretarisnya pun setuju. Ia bahkan bangga pada bosnya yang mampu memaafkan walaupun kehilangan miliaran bahkan triliunan won. Presdir Cha kaget, sejak kapan ia menjadi orang seperti itu?
Dan sepulangnya ke rumah, Presdir Cha langsung menghardik Ji Heon yang masih membiarkan Eun Seol menjadi sekretarisnya walaupun tahu ialah penyebab kejadian di karaoke bar itu. Ia menyuruh Ji Heon untuk memecat Eun Seol sesegera mungkin. Ji Heon menolak karena bukannya ayah juga menyukai Eun Seol?
Ayah mengaku kalau ia menyukai Eun Seol karena kenaifannya sangat menarik. Tapi peraturan perusahaan tetap peraturan. Semua harus mematuhinya. Ji Heon tetap menolaknya. Mengapa? Apakah Ji Heon menyukai Eun Seol sebagai wanita? Tentu saja tidak. Ji Heon juga menolak tuduhan itu. Apa ia sudah gila? Lalu mengapa?
Ji Heon mengaku melihat kekurangan dalam diri Eun Seol membuat ia melupakan kekurangan dalam dirinya sendiri. Saat Presdir mengkonfrontir apa yang ia maksud, Ji Heon membelokkan pembicaraan dengan berbicara pada Jindol, anjingnya. Ayah akhirnya mau menerima hal ini, tapi sebagai gantinya Ji Heon harus bertanggung jawab atas kerugian yang menimpa perusahaan dan dirinya. Yaitu ia harus mau menjadi pewaris perusahaan dan harus mendapat persetujuan oleh semua pihak.
Ayah ternyata memang benar-benar pengusaha top. Ia dapat membalikkan kesialan yang ia terima menjadi peluang bagi ambisinya sendiri.
Mulanya Ji Heon menolak, tapi saat ayah menelepon untuk memecat Eun Seol, akhirnya Ji Heon bersedia melakukannya.
Dimulai dari taman bermain. Taman bermain itu tak memiliki kenaikan pengunjung selama 5 tahun. Ayah menyuruh Ji Heon untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan kunjungan turis mancanegara, dan menjadi salah satu taman bermain paling top di kawasan Asia.
Ji Heon melakukan kunjungan kerja di taman bermain itu. Tapi ia sudah tak tahan, ia ingin kabur dari pekerjaannya. Hanya saja Eun Seol menahannya karena ini sudah yang ketiga kalinya Ji Heon ingin pergi. Sebentaar.. saja. Okay? Ia berjanji akan tetap mendampinginya. Ji Heon gusar dan menggerutu karena semua ini terjadi gara-gara Eun Seol.
Mereka akhirnya beristirahat sejenak di kursi taman. Eun Seol mengaku kalau ia selalu ingin ke tempat seperti ini. Sewaktu kecil, ia pernah datang ke taman bermain. Tapi ia tak mencoba semuanya karena tiket permainan terlalu mahal.
Ia tiba-tiba melihat Eun Seol kecil dan ayah yang mengunjung taman bermain pada saat itu. Hari ini ia hanya diperbolehkan bermain di dua wahana saja dan ayah berjanji saat ayah sudah memiliki banyak uang ia akan mengajak Eun Seol lagi dan membeli tiket terusan.
Ji Heon berkata kenangan itu tak layak untuk diingat. Tapi Eun Seol merasa itu salah satu kenangan terindahnya. Tak disangka Ji Heon menyuruhnya memilih wahana yang ingin dimainkannya. Ia mengacungkan kedua jarinya. Lalu tiga jarinya, kemudian empat jarinya. Namun ia kembali ke tiga jari membuat Eun Seol tersenyum girang.
Na Yoon dan ibu Moo Won bertemu di restoran taman bermain untuk membicarakan masalah perusahaan. Tapi saat Moo Won, semua tahu sama tahu kalau ibu mengatur pertemuan ini agar Na Yoon dan Moo Won dapat bertemu. Setelah ibu pergi, Na Yoon dan Moo Won malah sepakat untuk berjalan-jalan ke taman bermain.
O oh.. dunia memang sangat sempit, ya..
Eun Seol mengajak Ji Heon untuk ikut naik wahana Kora-kora. Tapi Ji Heon tak mau, memang dia sudah gila? Bukan gila, tapi anak-anak. Karena Eun Seol langsung berjanji akan duduk di tempat yang terlihat oleh Ji Heon dan menyuruh penjaga wahana untuk selalu di samping Ji Heon dan memastikan ia baik-baik saja. Hal ini tentu saja membuat kesal Ji Heon yang dianggap anak kecil oleh Eun Seol.
Tapi kekesalan Ji Heon tak berlangsung lama saat melihat Eun Seol yang berteriak kegirangan saat perahu berayun semakin lama semakin kencang dan tinggi. Ia heran bagaimana mungkin orang mau membayar untuk mengalami siksaan seperti itu.
Na Yoon mengatakan rencana orang tua mereka untuk menikahkan mereka berdua. Moo Won tak berkomentar banyak, ia hanya mengatakan kalau ia ingin mempunyai kesempatan untuk memilih.
Dan tak sengaja mata Moo Won tertumbuk pada Ji Heon yang menatap ke satu arah dengan senyum tersungging di bibirnya. Pada siapa tatapan itu diberikan? Na Yoon pun mengikuti arah pandangan Ji Heon dan kaget melihatnya, "Wanita itu... Tak mungkin! Wanita itu?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar